TAMU BLOG

Diplomasi Amerika ala Bush

Judul film : The World According to Bush (2004)
Judul asli : Le Monde Selon Bush
Jenis : Dokumenter
Durasi : 90 menit
Sutradara : William Karel

Ketika George W Bush terpilih sebagai The Man of The Year 2004 versi majalah TIME, kontan masyarakat dunia terheran-heran. Masalahnya, presiden yang di masa mudanya gemar mabuk-mabukan dan melecehkan perempuan ini di negerinya sendiri banyak dihujat karena kebijakan ekonominya yang dinilai terlalu berpihak terhadap pemilik modal. Hal ini seperti yang dituturkan oleh Michael Ledeen, penasihat mantan presiden Ronald Reagan.

“Dia anak yang manja berasal dari keluarga kaya. Dia bersenang-senang di masa remajanya, pesta dan wanita. Suatu ketika dia mengalami pengalaman spiritual. Tuhan berbicara kepadanya:’ Siapkanlah dirimu, Aku punya tugas untukmu.’ Lalu dia berhenti minum alkohol.“
Di luar negeri, terutama di negara yang penduduk mayoritasnya beragama Islam, Bush adalah tokoh yang paling dibenci karena sikapnya yang semena-mena terhadap dua negara Islam: Afghanistan dan Irak.

Meski demikian, TIME memiliki alasan sendiri. Bush selalu memancing perdebatan yang sengit dan tajam. Selain itu, Bush mempertaruhkan keyakinannya, pun nasib Amerika dalam kepemimpinannya. Bush selalu merekonstruksi realitas politik agar sesuai dengan visi dan misinya. Karena itulah, anak dari George Bush ini, mengikuti jejak ayahnya, kembali terpilih menjadi Presiden Amerika selama dua periode.

Bush memang fenomenal. Mungkin karena alasan itulah William Karel, seorang sutradara Perancis kenamaan yang berprofesi sebagai penulis ini, mengangkatnya dalam sebuah film berjudul The World According to Bush. Sekilas, film dokumenter ini memang menyerupai Fahrenheit 9/11 yang berkisah tentang invasi Amerika ke Timur Tengah. Film A Word According to Bush ini berkisah tentang aktivitas politik di balik Gedung Putih, keterkaitannya dengan dunia bisnis, dan (terutama) proses politik serta motivasi mendasar mereka untuk menyerang Irak.

Semula, Film besutan Le Monde Selon Bush ini disiarkan di televisi Perancis. Sayangnya film ini tak mendapat respon baik dari publik Perancis. Di Amerika, film ini sempat dilarang beredar ketika hajat pemilu tengah berlangsung pada tahun 2004. Masalahnya, film ini mengangkat taktik kotor Bush dan para kroninya untuk menggulingkan Saddam Hussein, mantan Presiden Irak. Peran dan motivasi politik Bush yang dominan dalam invasi ke Irak itu menjadi sorotan utama di film ini.

Cerita dimulai dari kampanye Presiden Amerika pada Januari 2001. Kampanye Bush banyak didukung warga Texas. Akhirnya, ia memenangkan pemilihan presiden.
Peristiwa yang menggemparkan dunia terjadi. Tanggal 11 September 2001, WTC dan Pentagon runtuh. Inilah penyebab kebijakan politik Bush dirubah secara total. Peristiwa itu juga yang memberi alasan kuat Bush dan kroni-kroninya untuk menyerang Irak dan Afganistan.

Dipaparkan secara apik bagaimana kebijakan Bush terhadap politik Timur Tengah. Banyak warga sipil yang menentang keras keputusan Bush menyerang Irak dan Afganistan. Data-data yang menjadi materi utama film itu telah diverifikasi dengan baik. Para saksi mata yang berbicara dalam film ini pun qualified untuk dijadikan narasumber. Simak saja penuturan Robert Steele, seorang mantan agen CIA. (penuturan dalam film)
“Paul Wolfowitz adalah orang penting bagi Israel. Dia menyalahgunakan kekuatan Amerika. Richard Perle adalah orang yang egois, dia sering menyalahgunakan kekuasaan. Kurasa dia adalah salah satu dari tiga orang yang paling berbahaya di Amerika. Orang-orang di sekeliling Bush semuanya cerdas sekali. Mereka tidak tuli dan bisu. Dan Bush tidak buta.”

Tak kurang, Michael Ledeen, sang ahli JINSA (Jewish Institute for Security Affairs) dan penasihat mantan presiden Ronald Reagan turut ambil bagian. Ia berbicara dalam durasi 30 detik mengenai kehidupan masa muda Bush. Dia menuturkan bahwa masa muda Bush dihabiskan dengan pesta, wanita, dan mengkonsumsi alkohol.

Selain itu, terdapat pula kesaksian para jurnalis Washington Post; Jim Hoagland, Arnaud de Borchgrave. Mereka semua sebagai kritikus sekaligus sebagai saksi mata terhadap kebijakan Bush. Intinya, mereka berbicara tentang relasi Bush dengan Saddam Hussein. Hubungan Bush dan Saddam mulai renggang semenjak kejadian 11 September itu.

Di akhir cerita, Presiden Bush mulai kehilangan kepercayaan publik. Awal Januari 2004, hubungan politik Bush dan pejabat gedung putih mulai retak. Bush akhirnya mengakui kesalahan yang selama ini disangkalnya: bahwa Saddam Hussein tak terlibat dalam peristiwa 11 September. Selain itu, tak ada senjata pembunuh masal di Irak seperti yang telah diucapkan Bush pada pidatonya.

Lain halnya dengan Fahrenheit 11/9, film The World According to Bush ini banyak mengkritik kepemimpian Bush. Selain itu, film ini juga lebih banyak menampilkan saksi mata. Perbedaan lainnya, bila Film The World According to Bush ini lebih menonjolkan sosok pribadi Bush, Fahrenheit 11/9 menampilkan dampak sosial dari peristiwa 11 September. Maka tak heran bila film garapan Michael Moore’s tersebut banyak menampilkan adegan perang. Meski demikian, kedua film tersebut memiliki substansi materi yang sama: berkisah tentang politik Amerika terhadap Irak dan Timur Tengah.

Ketika Seno Lagi Romantis

Judul buku : Aku Kesepian, Sayang, Datanglah, Menjelang Kematian
Tebal Halaman : 202 hlm ; 14 x 21 cm
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : Februari 2004

Anda belum tahu sisi romantisme Seno Gumira Ajidarma? Anda perlu membaca buku ini. Buku ini adalah kumpulan cepen-cerpen Seno yang ditulis baik sebelum maupun sesudah ia tenar. Cerpen-cerpen dalam kumpulan ini ia buat antara tahun 1997-2003. Sebelumnya, cerpen-cerpen itu diterbitkan di berbagai media massa; harian Media Indonesia, harian Kompas, harian Suara Pembaruan, majalah Djakarta, dan majalah Kolong.

Kumpulan cerpen yang pernah ia buat sebelumnya di antaranya adalah Sebuah Pertanyaan untuk Cinta, Atas Nama Malam, Kematian Donny Osmond, dan Sepotong Senja untuk Pacarku. Cerpen "Sebuah Pertanyaan tentang Cinta" pernah difilmkan dan ikut serta dalam festival film JIFFEST (Jakarta International Film Festival). Kesemuanya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.

Berbeda dari kumpulan cerpen Seno sebelumnya yang kebanyakan bertema konflik sosial dan kehidupan malam, cerpen-cerpen Seno di buku ini kental dengan sentuhan romantisme seorang Seno. Romantisme dalam karya ini berupa cinta yang penuh gejolak jiwa pada tokoh dalam cerpen itu. Misalnya pada cerpen “Mmwwh!”(hal 49),”Avi “(hal 125).

Meski demikian, satu kesamaan dari semua cerpen dalam buku ini. Kesamaan itu adalah tema. Semuanya berkisah tentang keterasingan manusia dalam dunia yang seolah tak dibuat untuk mereka–seperti mungkin dialami oleh orang yang menyesal hadir di dunia ini karena merasa tak meminta untuk dilahirkan.

Banyak sekali cerita dalam buku ini yang mengangkat tentang keterasingan manusia. Tokoh dalam cerpen-cerpen itu umumnya adalah tokoh yang tengah merasakan kehampaan hidup dan merasa tak betah berada dalam kehidupan masing-masing. Mereka harus menghadapi realitas yang mereka tidak kuasa lagi mengubahnya.

Hal ini nampak pada cerita “Aku kesepian sayang. Datanglah menjelang kematian”, “ layang-layang”, “Penjaga malam dan tiang listrik “. Dalam cerita-cerita tersebut para tokohnya hidup dalam dua dunia, yaitu dunia realitas dan dunia mimpi atau khayalan. Dengan cerdik Seno, menyingkap mimpi-mimpi para tokoh itu dan kemudian mencampakkan mimpi itu di kehidupan nyata para tokoh itu.

Dalam cerpen yang berjudul Aku kesepian sayang.Datanglah menjelang kematian, Seno mengisahkan tentang perempuan yang kesepian dalam pusaran kehidupan malam. Di kumpulan cerpen ini, ada juga sentuhan khas Seno yang tak bisa hilang, yakni menggunakan dialog yang padat. Singkat, namun sarat isi.

Di cerpen ini, terlihat sekali kecenderungan Seno untuk mengungkap sisi menyimpang dari kehidupan manusia. Ia seolah-olah ingin menonjolkan sisi unik manusia sebagai sebuah individu. Kata-kata yang dipakai Seno cenderung sinis. Tiap adegan dalam ceritanya dibuat dengan gaya dan latar yang berbeda. Rupanya Seno sengaja mengisahkan tiap adegan dengan gaya pengontrasan.

Dalam buku ini ditampilkan juga karikatur pada tiap judul cerita.. Tak cuma itu, ada juga bonus komik berjudul “Daging tumbuh” karya Bram Laksono. Komik dan karikatur pada buku ini adalah gaya baru Seno. Ia banyak menyuguhkan kata-kata seruan dalam ceritanya. Kata-kata seruan seperti; ‘Mmmh!’, ‘Hhhh..’, ‘Hahaha’, dan ‘Hehehe’ banyak muncul dalam cerita. Kata seru tersebut sering muncul pada salah satu cerpen pada buku ini. Misalnya pada cerpen “Mmwh!”(hal 49)l dan “Hhh…”.(145). Selain itu, banyak sekali kata-kata yang mengungkapkan perasaaan sang tokoh. Hal ini nampak pada cerpen “Avi “ (hal 126).

Di novel kali ini, kata-kata yang bernada romantis mengalir begitu saja. Secara umum cerita dalam buku ini menarik. Namun, alur cerita yang berliku membuat pembaca sulit mengerti kisah ini. Tapi sesulit apapun, karya Seno tetaplah sebuah mahakarya yang patut disimak.***

Tentang blog ini

Blog ini berisi tulisan jurnalistik, resensi buku, resensi film, dll, yang ditulis oleh Ahmad Tirta Wirawan, mahasiswa Sastra Inggris Universitas Diponegoro, yang juga pegiat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Hayamwuruk.